Ilmuwan Australia kembangkan ekstraksi emas dari limbah elektronik

Permintaan emas yang terus meningkat dari sisi teknologi dan kebutuhan sosial, semakin penting untuk mengembangkan metode yang aman dan fleksibel untuk memurnikan emas dari berbagai sumber
Canberra (KLiCk) – Sejumlah ilmuwan Australia mengembangkan metode yang lebih berkelanjutan untuk mengekstraksi emas dari bijih maupun limbah elektronik, yang berpotensi mengubah proses pemulihan emas sambil mengurangi dampak lingkungan.
Dengan limbah elektronik global mencapai 62 juta ton pada 2022, metode baru ini menawarkan cara menjanjikan untuk memulihkan emas dan mengurangi ketergantungan pada pertambangan yang merusak, serta membantu mengatasi tantangan limbah elektronik yang terus meningkat, menurut rilis dari Universitas Flinders di Australia Selatan pada Kamis (26/6).
Teknik ini menggunakan disinfektan murah dan mudah diperoleh, yaitu asam trikloroisosianurat, yang diaktifkan oleh air garam, untuk melarutkan emas tanpa menghasilkan limbah beracun seperti sianida atau merkuri, kata rilis tersebut.
Setelah melarutkan emas, sebuah polimer kaya sulfur yang disintesis dengan sinar UV secara selektif mengikat emas dari campuran kompleks (seperti limbah elektronik).
Polimer ini kemudian dipanaskan untuk melepaskan emas dan meregenerasi monomer yang dapat digunakan kembali, memungkinkan proses pemulihan sirkular, menurut studi yang dipublikasikan di Jurnal Nature Sustainability.

Metode ini menawarkan alternatif yang lebih aman terhadap penggunaan sianida dan merkuri yang beracun dalam pertambangan emas, mengurangi risiko bagi ekosistem dan komunitas, serta sangat bermanfaat bagi para penambang skala kecil yang sering menggunakan merkuri, menurut tim lintas disiplin di Universitas Flinders.
“Dengan permintaan emas yang terus meningkat dari sisi teknologi dan kebutuhan sosial, semakin penting untuk mengembangkan metode yang aman dan fleksibel untuk memurnikan emas dari berbagai sumber,” ujar Lynn Lisboa, salah satu penulis utama studi ini sekaligus rekan peneliti pascadoktoral di Universitas Flinders.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita KLiCk.
Artikel Asli