Dunia

KBRI Beijing fokuskan peran penyeimbang hadapi tantangan geopolitik

Beijing (KLiCk) – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing akan fokus melakukan peran penyeimbang diplomasi Indonesia dalam menghadapi tantangan geopolitik.

“KBRI Beijing memang fokus hubungan bilateral dengan China dimana China juga adalah ‘global player’ dalam berbagai forum internasional,” kata Wakil Kepala Perwakilan RI di Beijing, Parulian Silalahi di KBRI Beijing, China, pada Jumat, seusai acara “nonton bersama” Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Jakarta.

“Penting sekali kami melakukan komunikasi, penjajakan kerja sama, terhadap isu-isu geopolitik penting,” kata Parulian menambahkan.

Dalam pernyataan tersebut, Menteri Luar Negeri Sugiono mengungkapkan pada 2025 dunia dihadapkan kepada berbagai krisis seperti konflik dari Timur Tengah hingga Eropa, dari Afrika hingga Amerika dan Karibia sehingga hampir tidak ada kawasan di dunia ini yang sepenuhnya bebas dari konflik dan ketegangan.

“Kita ketahui persaingan antara Amerika Serikat dengan China sendiri itu sudah satu hal yang harus kami komunikasikan. Tentu Indonesia mendukung agar jangan sampai ada eskalasi kepada hal-hal yang tidak perlu,” tambah Parulian.

Isu lainnya, ungkap Parulian, termasuk soal reformasi PBB dimana China juga adalah salah satu negara pemegang hak veto.

Parulian mengungkapkan peran KBRI Beijing bersama-sama dengan Kedutaan Besar China di Jakarta adalah membuka pembicaraan dalam mengatasi tantangan global.

“Untuk hubungan bilateral sendiri akan lebih menekankan diplomasi ekonomi namun untuk isu-isu geopolitik adalah bagaimana kami memperdalam ‘channel’ komunikasi,” kata Parulian.

Dalam pidato tahunannya, Menlu Sugiono menyebut kawasan Asia juga tidak luput dari berbagai ketegangan dan konflik yang bisa saja berkembang menjadi konflik yang lebih terbuka, dengan rivalitas geopolitik yang semakin meruncing.

Dunia juga mengalami tantangan krisis pangan, energi, dan air yang bisa memperburuk kondisi kerawanan global, mengancam keselamatan jiwa, dan memberi dampak yang besar pada perdamaian dan ketertiban dunia.

Ironisnya, di tengah berbagai tantangan, solidaritas dan kerja sama global justru memudar.

Hal tersebut ditunjukkan dengan hukum internasional dan Piagam PBB semakin tidak dihormati, komitmen negara-negara pendiri sistem internasional juga melemah terhadap sistem yang sejatinya mereka bentuk.

“Semangat reformasi multilateral jalan di tempat, dan banyak negara yang enggan untuk memperbaikinya karena terus ingin mempertahankan dominasi dan ‘status quo’,” kata Menlu.

“Jika situasi ini dibiarkan, maka sistem tata kelola global bisa mati suri, negara-negara berkembang akan kian terpinggirkan, bahkan, bukan tidak mungkin konflik yang sifatnya global, terbuka, dan skenario terburuk, termasuk perang nuklir, bisa terjadi,” kata Menlu Sugiono melanjutkan.

Demi mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa berkembang, Indonesia tegas meminta para pihak menghindari pertikaian sebagai langkah pertama menuju perdamaian.

Setiap konflik harus diidentifikasi dan ditangani sedini mungkin, sebelum semua terlambat dan merembet menjadi konflik yang tidak terkendali.

Dalam rangkaian acara PPTM tersebut, Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun juga diumumkan sebagai pemenang “Digital Head of Mission”.

Dubes Djauhari diketahui memiliki sekitar 20 ribu pengikut di media sosial Instagram.


Artikel Asli

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button