Menteri P2MI mengaku terima banyak permintaan PMI dari sejumlah negara
Jakarta (KLiCk) – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengaku menerima banyak permintaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari sejumlah negara. Salah satunya dari Jepang yang meminta sebanyak 70 ribu PMI.
“Ini saja Jepang tahun ini minta 70 ribu (PMI), kita baru penuhi sekitar 14 ribu (pekerja),” kata Menteri Karding saat menghadiri peringatan HUT ke-48 Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Sabtu (30/11) malam, sebagaimana keterangan pers yang diperoleh pada Senin (2/12).
Dalam HUT KKSS itu, Menteri Karding mengajak anak-anak muda dari Sulawesi Selatan yang memiliki keterampilan dan berminat bekerja di luar negeri untuk mendaftar menjadi PMI. Apalagi ada tawaran gaji yang cukup besar dari negara penempatan.
“Jadi permintaan luar biasa banyak. Jadi menurut saya, anak-anak kita di rumah itu sudah mulai harus sejak awal dikasih pilihan. Kan gajinya besar. Perawat untuk Kanada itu (gajinya) 50 sampai 80 juta rupiah. Lulusan SMA, SMK untuk jadi nelayan, pekerja pabrik di Korea, 18 sampai 25 juta. Modalnya hanya bahasa Korea,” kata Menteri Karding.
Selain itu, Menteri Karding juga menekankan perlunya bagi masyarakat yang ingin menjadi PMI untuk mengikuti prosedur yang berlaku, sehingga keberadaan mereka terpantau dan mendapatkan perlindungan dari negara.
Imbauan itu dia sampaikan mengingat bahwa PMI yang bekerja ke luar negeri secara non-prosedural, atau sering disebut ilegal, rawan terkena masalah.
“Ini yang rawan, sudah unprocedural, skill-nya sedikit hampir tidak ada, bahasa tidak paham, ini yang rawan kena masalah,” kata dia lebih lanjut.
Padahal, Menteri Karding menyebut devisa yang diterima negara dari PMI cukup besar. Berdasarkan data pada 2023, tercatat total penerimaan devisa sebesar Rp227 triliun.
Untuk itu, dia menegaskan upaya kementeriannya untuk melindungi PMI, sesuai dengan tugas-tugas utama yang diemban Kementerian P2MI, yaitu melindungi pekerja migran, dan membuka lapangan kerja pilihan lain di luar negeri.
“Karena sebenarnya kementerian ini didirikan untuk perlindungan. Memastikan tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan terhadap pekerja migran,” demikian katanya.
Artikel Asli